KEJARLAH KEINDAHAN
Kala itu, begitu tebal kabut embun menyelimuti pagi. Sinar mentari yang menghangatkan tiap tubuh manusia dari kebekuan dinginya malam, tak sampai menyentuh hamparan permukaan bumi tempat mereka berpijak. Di atas pepohohanan, depan ndalem Abah Amin, terdengar kicauan burung-burung yang bersahutan dengan suaranya yang nyaring dan merdu, mengalunkan melodi harmoni alam menyambut pagi, mengiringi hembusan angin yang masih begitu segar, menyapa penduduk pedesaan dan perkampungan. Di atas lantai teras ndalem Abah Amin, Fatan, pandangnya menerawang jauh, menerbangkan angan, terduduk menunggu kedatangan beliau. Ia tahu, bahwa beliau belumlah kembali dari Masjid seusai mengimami para jamaah sholat Shubuh. Ruang tamu masih terlihat begitu sepi. Lampu neon 40 watt yang begitu terang memancarkan cahanya ke setiap sudut ruangan, masih belum dinyalakan, untuk sekedar menunggu datangnya matahari bersinar terang menggantikan.